Galau ditandai dengan banyak "melamun", "menyendiri" di kamar sambil mendengarkan lagu-lagu mellow,
menganggap diri paling malang sedunia, sehingga paling layak
dikasihani, dan berharap ada keajaiban yang datang sebagaimana yang bisa
dilihat di sinetron-sinetron Korea. Ini dinamakan galau karena cinta,
karena cinta bertepuk sebelah tangan.
Entah
mengapa, saya pribadi menganggap galau cinta ini merupakan sebuah "keegoisan diri", seolah-olah menganggap diri adalah tokoh utama komik,
tak bisa menerima kenyataan, atau malah mendramatisasi kenyataan, seolah
hidup adalah film atau sinetron di mana dia adalah pemeran utamanya.
Merasa dengan menyiksa diri, lantas ada yang bersimpati kepadanya dan akhirnya happy ending kayak cerita-cerita romantisme ndeso. Menyiksa diri demi mendapatkan perhatian dikira keren, saya sebut itu perilaku tak cerdas yang sangat akut.
Merasa dengan menyiksa diri, lantas ada yang bersimpati kepadanya dan akhirnya happy ending kayak cerita-cerita romantisme ndeso. Menyiksa diri demi mendapatkan perhatian dikira keren, saya sebut itu perilaku tak cerdas yang sangat akut.
But yeah, tak semua galau itu negatif. Ada juga galau yang mesti dipelihara, galau yang positif.
Galau yang menyelamatkan kita, baik di dunia maupun akhirat. Di sini
akan dibahas jenis-jenis galau, bagaimana memelihara galau positif dan
bagaimana nge-block yang namanya galau negatif (report spam sekalian).
Ok, sekarang yang penting adalah mengatasi rasa galau, resah, gelisah, dilema, whatever you named it. Manusia ciptaan Allah SWT. diberi satu hal yang juga diberikan kepada makhluk hidup yang lain, yaitu kemampuan untuk merasa. Dalam permbahasan kita ini dinamakan dengan Naluri.
Pada manusia, Naluri secara penampakan setidaknya ada 3 bagian, yaitu :
- Naluri untuk mempertahankan eksistensi diri
- Naluri untuk melanjutkan keturunan
- Naluri untuk mengagungkan sesuatu
Naluri ini fitrah ada dalam diri manusia, bukan merupakan bagian
dari kelemahan, namun perlengkapan yang diberikan oleh Allah SWT. untuk
menghamba kepada-Nya secara sempurna. Naluri ini tak dapat dilihat dari
eksistensinya, namun dapat diketahui adanya dari penampakan-penampakan
yang bisa diindera (please do not associate it with that kind of 'penampakan' will you?)
Manusia memiliki naluri mempertahankan eksistensi diri, yang akan muncul bila eksistensinya terancam. Sebut saja orang
marah bila dihina, kesal bila diabaikan, senang dipuji, saat diberikan
foto sekelas selalu mencari wajahnya lebih dulu di antara kerumunan
foto. Itu penampakan naluri mempertahankan eksistensi diri. Naluri ini bersifat "egosentris", yaitu mendahulukan diri dibandingkan dengan yang lain.
Selain itu, yang paling mudah diindera adalah naluri untuk melanjutkan keturunan, sometimes we call it love to make it simple. Rasa
sayang kepada orangtua, kepada adik-kakak, dan keluarga lainnya, kepada
lawan jenis, bahkan kepada manusia secara keseluruhan. Ini naluri yang
kedua, dan dia lebih bersifat anti-individual. Seorang ibu rela
tidak makan demi anaknya, seorang suami bekerja keras demi makanan yang
halal. Pengorbanan kepada selain diri sendiri adalah bentuk yang sering
kita lihat dalam naluri ini.
Sedangkan jenis naluri yang ketiga adalah naluri manusia untuk
menyucikan sesuatu, menganggapnya agung dan besar. Pada zaman nenek
moyang kita, kita melihat penampakan ini ketika manusia menyembah
matahari, batu, pohon besar, dan segala sesuatu yang membuatnya takjub.
Manusia merasa perlu untuk mengagungkan dan menyembah sesuatu, merasa
kecil di hadapan sesuatu. Mudahnya, naluri yang ketiga ini adalah naluri untuk ber-Tuhan.
Nah, dari manakah datangnya galau,resah, gelisah, dilema itu?
Tidak diragukan lagi, datangnya adalah dari naluri-naluri yang tak mendapatkan pemenuhan ini.
Berbeda dengan kebutuhan jasmani yang bila tidak dipenuhi akan
mengakibatkan kematian atau kerusakan fisik. Keinginan naluri yang tak
dipenuhi tiada pernah mengakibatkan kerusakan fisik atau kematian, namun
munculnya rasa galau tadi. Kecuali, Anda memutuskan untuk lompat dari ujung tower sutet, itu lain cerita. (hahaha ..)
Setiap naluri yang tak terpenuhi, maka galau akan terasa. Itu yang harus kita pahami.
And the good news is, unlike kebutuhan jasmani yang tak bisa ditawar-tawar, keinginan naluri fully under our control,
bisa kita kendalikan, sehingga kita bisa mengusir galau dan mengundang
galau sesuka hati, mengalihkan galau ataupun mentransfer galau. Serius, I really meant it.
Nah, masalah galau kepada Sang Pencipta, tentu tak perlu dikhawatirkan, simpan saja dan kembangkan, it's really have such a feelings toward Allah, no need to worry.
Tapi, kita coba bahas galau yang dialami anak muda zaman sekarang, galau
karena cinta. Pada dasarnya, sebuah naluri (apapun nalurinya) akan
menguat saat kita hadirkan rangsangan terus-menerus. Sebaliknya, akan
melemah dan hilang saat kita tak menghadirkan rangsangan itu lagi. Ini merupakan dasar dari perasaan.
"Lalu, bagaimana hilangkan galau karena cinta?"
Jawabannya mudah. Menikahlah saudaraku, maka engkau akan selamat dari galau.
"Lha, saya kan masih sekolah?"
"Lha, saya kan masih kuliah?"
"Lha, saya kan masih bukan manusia?" (cekikik ..)
Nah, kalau sadar belum sanggup menikah, mengapa memperkuat naluri
tentang yang satu ini? Berarti kita bertaruh dalam permainan yang belum
bisa kita menangkan, berjalan dalam jalur yang belum bisa kita tempuh.
Maka solusinya, alihkan naluri itu. Caranya, jangan liat-liat, jangan bayang-bayangin (emang bayangan),
jangan denger-denger, jangan baca-baca tentangnya, jangan deket-deket,
jangan ngobrol-ngobrol, jangan pinjem-pinjem catetan, jangan duduk-duduk
dampingan, jangan kerja-kerja kelompok fiktif. Dijamin, takkan muncul rasa yang seharusnya tak ada, Insya Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar